Clinical Science Session 1
KONJUNGTIVITIS ALERGI
Oleh :
Meishinta
Fitria
Hadya Gorga
Juan Habli Soufal
Preseptor :
dr. Hendriati,
Sp.M
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Konjungtiva
adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan
posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan substansi-substansi dari lingkungan luar yang mengganggu.1
Peradangan pada konjungtiva disebut konjungtivitis, penyakit ini bervariasi
mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat
dengan sekret purulen.2
Konjungtivitis
umumnya disebabkan oleh reaksi alergi, infeksi bakteri dan virus, serta dapat
bersifat akut atau menahun. 3 Penelitian yang dilakukan di Belanda
menunjukkan penyakit ini tidak hanya mengenai satu mata saja, tetapi bisa
mengenai kedua mata, dengan rasio 2,96 pada satu mata dan 14,99 pada kedua
mata. 4
Konjungtivitis
dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis kelamin dan
strata sosial. Walaupun tidak ada data yang akurat mengenai insidensi
konjungtivitis, penyakit ini diestimasi sebagai salah satu penyakit mata yang
paling umum.5 Pada 3% kunjungan di departemen penyakit mata di
Amerika serikat, 30% adalah keluhan konjungtivitis akibat bakteri dan virus,
dan 15% adalah keluhan konjungtivitis alergi.6 Konjungtivitis juga diestimasi
sebagai salah satu penyakit mata yang paling umum di Nigeria bagian timur,
dengan insidensi 32,9% dari 949 kunjungan di departemen mata Aba Metropolis,
Nigeria, pada tahun 2004 hingga 2006.7
Di Amerika Serikat, dari 3% kunjungan di
departemen penyakit mata, 15% merupakan keluhan konjungtivitis alergi.6
Konjungtivitis alergi biasanya disertai dengan riwayat alergi, dan terjadi pada
waktu-waktu tertentu. Walaupun prevalensi konjungtivitis alergi tinggi, hanya
ada sedikit data mengenai epidemiologinya. Hal ini disebabkan kurangnya
kriteria klasifikasi, dan penyakit mata yang disebabkan oleh alergi umumnya
tercatat di departemen penyakit alergi.4
Di
Indonesia dari 135.749 kunjungan ke departemen mata, total kasus konjungtivitis
dan gangguan lain pada konjungtiva sebanyak 99.195 kasus dengan jumlah 46.380
kasus pada laki-laki dan 52.815 kasus pada perempuan. Konjungtivitis termasuk
dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun 2009, tetapi belum ada
data statistik mengenai jenis konjungtivitis yang paling banyak yang akurat.8
1.2. Batasan
masalah
Referat ini membahas tentang bagaimana cara mendiagnosis
secara cepat dan tepat dan menatalaksana pasien-pasien
konjungtivitis alergi.
1.3. Tujuan
penulisan
Referat ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara
mendiagnosis dan menatalaksana pasien dengan konjungtivitis
alergi.
1.4 Metode penulisan
Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kebeberapa
literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dcngan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea di limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:1
a.
Konjungtiva
palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra)
b.
Konjungtiva
bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata)
c.
Konjungtiva
forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior
palpebra dan bola mata).
Gambar 2.1 Anatomi
Konjungtiva
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata
dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus
jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.1
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices
dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Konjungtiva bulbaris melekat
longgar ke kapsul tenon dan sclera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat
kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm),. Lipatan konjungtiva
bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terlelak di
kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang.
Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke
bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik
elemen kulit dan membran mukosa.1
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra.
Tetapi hubungan dengan jaringan dibawahnya lebih lemah dan membentuk
lekukan-lekukan. Juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu,
pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata.9
Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva
terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat,
superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri
dari sel-sel epitel skuamosa bertingkat.1
Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau
oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea.
Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di
dekat limbus dapat mengandung pigmen.1
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid
(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung
jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam
folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai
setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis
inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian
menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang
melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada
radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.1
Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang
struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma.
Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di
forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas.1
Sistem perdarahan konjungtiva berasal
dari arteri ciliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jarring-jaring
vascular konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di
dalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe
palpebra membentuk pleksus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan pertama nervus V.1
2.2
Konjungtivitis Alergi
2.2.1
Definisi
Konjungtivitis alergi adalah penyakit
mata okular umum. Banyak pasien adalah anak-anak dan remaja. Sebagian besar
pasien juga memiliki penyakit atopik lainnya seperti rhinitis alergi, eksim,
dermatitis, atau asma. Walaupun pasien dengan konjungtivitis alergi sering
memiliki tampilan klinis yang sama, pemeriksaan dengan seksama bisa membedakan
kondisi menjadi subkategori yang berbeda, yang membutuhkan strategi manajemen
yang berbeda. Beberapa pasien mungkin memiliki penyakit alergi mata yang parah,
dan gangguan penglihatan permanen dapat terjadi jika hal ini tidak dikelola
dengan tepat.10
Penyakit
alergi telah meningkat secara dramatis dalam dekade terakhir. Alergi pada mata
merupakan salah satu kondisi mata umum yang paling ditemui dalam praktek
klinis. Penyakit ini tidak saja disebabkan oleh satu faktor tunggal saja tetapi
merupakan kontribusi dari berbagai faktor, termasuk genetika, polusi udara di
daerah perkotaan, hewan peliharaan, dan paparan anak usia dini. Alergi mata itu sendiri dapat menyebabkan gejala iritasi
dan bentuk yang berat, seperti atopik keratokonjungtivitis yang bisa
menyebabkan hilangnya penglihatan. Konjungtivitis alergi adalah istilah
inklusif yang mencakup Seasonal Allergic Conjungtivitis
(SAC), Pereninal Allergic Conjungtivitis (PAC),
Vernal Keratoconjungtivitis (VKC),
dan Atopik Keratocongiuntivitis atopik
(AKC). Namun, AKC dan VKC memiliki gambaran klinis dan patofisiologi sangat
berbeda dari SAC dan PAC. Alergi lensa kontak atau mata prostesis terkait
papiler raksasa konjungtivitis (GPC) sering termasuk dalam kelompok alergi
okular, namun mereka seharusnya tidak dianggap sebagai penyakit alergi yang
nyata, tetapi sebagai gangguan mikro-trauma terkait kronis okular, yang perlu
dikelola oleh dokter mata dalam hubungan dengan ahli lensa kontak.11
2.2.2 Insiden
Insiden alergi okular bervariasi di
berbagai daerah tergantung kondisi geografisnya dan cenderung lebih umum di
negara-negara dengan iklim hangat seperti Italia dan Jepang. Baru-baru ini
diterbitkan studi prevalensi di Jepang menunjukkan bahwa, dari 1.079 pasien
dengan penyakit mata alergi, 90% disebabkan musiman dan abadi conjunctivitis.
Usia rata-rata lebih dari 50 tahun. Seasonal dan Pereninal konjungtivitis
alergi ditemukan kurang parah daripada keratokonjungtivitis vernal (VKC) dan
keratokonjungtivitis atopik (AKC). Studi Italia menunjukan dari 406 pasien dengan
konjungtivitis alergi kronis ditemukan bahwa prevalensi keseluruhan adalah
sekitar 7,8 / 100.000 penduduk, dengan tingkat yang lebih tinggi pada pria muda
(57.0 / 100.000 penduduk) dibandingkan pada wanita muda (22.0 / 100.000
populasi), dan tingkat yang lebih rendah di kalangan orang tua dari 16 tahun
(3,8 / 100.000 penduduk untuk pria, 1,0 / 100.000 penduduk untuk wanita) .
Studi epidemiologis telah dilakukan di Eropa dan Amerika Serikat.10
2.2.3 Klasifikasi
Menurut derajat keparahan dan
kronisitas dari tampilan klinis, penyakit mata alergi dapat dibagi menjadi penyakit
akut dan kronis. Konjungtivitis alergi kronis meliputi VKC dan AKC.
Masing-masing subtipe ini memiliki pola penyakit sendiri, kronisitas, dan
tampian klinis.10
1. Konjungtivitis
alergi akut
Konjungtivitis alergi akut adalah
salah satu bentuk yang paling umum dari penyakit mata alergi. Kondisi ini dapat
diklasifikasikan sebagai musiman/SAC atau konjungtivitis alergi tahunan/PAC.
dalam kebanyakan pasien, alergen penyebab dapat diidentifikasi. pasien biasanya
hadir dengan gejala okular akut gatal, iritasi mata, dan ketidaknyamanan.
tanda-tanda klasik termasuk kemerahan, injeksi, pembengkakan, dan chemosis. Alergen
yang dapat meimbulkan gejala-gejala ini termasuk tungau debu, serbuk sari, dan
jamur. Pasien biasanya memiliki riwayat atopi dan alergi sebelumnya. Sebagian
dari pasien ini akan juga memiliki riwayat asma dan rhinitis alergi. 10
a. Seasonal Allergic Conjungtivitis (SAC) dan Pereninal Allergic
Conjungtivitis (PAC)
Gambar 2.2 : SAC dan PAC11
SAC dan PAC adalah bentuk paling
umum alergi okular. Perkiraan bervariasi, tetapi berdasarkan jenis alergi dikatakan
insiden kejadian mencapai setidaknya 15-20% dari populasi . PAC dianggap varian
dari SAC yang bertahan sepanjang tahun, meskipun 79% dari pasien yang telah PAC
mengalami masa eksaserbasi. Tungau debu, bulu binatang, dan bulu adalah alergen
yang paling umum. Kehadiran antibodi IgE spesifik untuk SAC atau alergen PAC
dapat ditemukan dalam hampir semua kasus SAC dan PAC. 10
Konjungtivitis alergi disebabkan
oleh alergen yang diinduksi respon inflamasi di mana alergen berinteraksi
dengan IgE terikat pada sel mast peka mengakibatkan klinis ekspresi alergi
okular. Patogenesis alergi konjungtivitis didominasi sebuah reaksi
hipersensitivitas yang dimediasi oleh IgE. Aktivasi sel mast menginduksi peningkatan
histamin, tryptase, prostaglandin dan leukotrien.10
Tanggapan langsung atau awal reaksi ini berlangsung secara klinis 20-30 menit. Sel degranulasi Mast juga menginduksi aktivasi vaskular sel endotel, yang
Gambar
2.3 Mekanisme alergi18
pada
gilirannya melepaskan kemokin dan molekul adhesi seperti molekul adhesi antar
(ICAM), vaskular adhesi sel molekul (VCAM). Selain itu pengaktifan sel T juga
menyebabkan disekresikannya protein monosit chemoattractant (MCP), interleukin
(IL) - 8, eotaksin, makrofag protein inflamasi (MIP) -1 alpha. Faktor-faktor
ini memulai tahap perekrutan inflamasi sel-sel di mukosa konjungtiva, yang
menyebabkan yang mata akhir-fase reaksi.10
Tanda dan gejala dari dua kondisi
(SAC dan PAC) adalah sama. Perbedaannya adalah alergen tertentu pada pasien alergi. SAC biasanya disebabkan oleh
udara serbuk sari. Tanda dan gejala biasanya terjadi di musim semi dan musim
panas, dan umumnya mereda selama musim dingin bulan. PAC dapat terjadi
sepanjang tahun dengan paparan alergen abadi. Gambaran diagnostik dari SAC dan
PAC terdiri dari gatal, kemerahan, dan pembengkakan konjungtiva. Kemerahan,
atau injeksi konjungtiva, cenderung ringan sampai sedang. Pembengkakan
konjungtiva, atau chemosis, cenderung moderat, Gatal adalah gejala yang cukup
konsisten dari SAC dan PAC. Keterlibatan Kornea jarang.12
2.
Konjungtivitis Alergi Kronis
a. Vernal
Keratokonjungtivitis (VKC)
Gambar 2. 4: gambaran Trantas Dot pada Limbal VKC5
Konjungtivitis
vernalis merupakan salah satu bentuk proses inflamasi kronik dan berulang pada
mata, umumnya bilateral. Pasien dengan atopi mempunyai risiko lebih besar untuk
menderita KV. Konjungtivitis Vernalis dibedakan atas 3 tipe yaitu tipe
palpebra, tipe limbus atau campuran keduanya. Prevalensi KV lebih tinggi di
daerah tropis seperti Afrika, India, Mediteranian, Amerika Tengah dan Selatan,
serta Timur Tengah. KV lebih banyak terdapat pada kulit berwarna dibandingkan
kulit putih. Penyakit ini lebih banyak didapatkan pada laki-laki dengan
perbandingan 3 : 1. Sebagian besar pasien berusiaantara 3-25 tahun.Pasien ini
laki-laki, berusia 4 tahun, kulit berwarna, dan didapatkan riwayat atopi,
menderita KV tipe palpebra.13
Berdasarkan data rekam medik IKA FKUI/RSCM
sejak tahun 1998 – 2003 di Poliklinik Subbagian Alergi dan Imunologi, terdapat
KV sebanyak 22 kasus KV dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 14 :
8. Etiologi KV sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa faktor
penyebab diduga adalah alergen serbuk sari, debu, tungau debu rumah, bulu
kucing, makanan, faktor fisik berupa panas sinar matahari atau angin. Reaksi
alergi yang terjadi dapat disebabkan oleh satu atau lebih alergen atau
bersamasama dengan faktor–faktor lain.13
Patogenesis terjadinya kelainan ini
belum diketahui secara jelas, tapi terutama dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas
pada mata. Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan dasar utama terjadinya
proses inflamasi pada KV. Pemeriksaan histopatologik dari lesi di konjungtiva
menunjukkan peningkatan sel mast, eosinofil dan limfosit pada subepitel dan
epitel. Dalam perjalanan penyakitnya, infiltrasi sel dan penumpukan kolagen
akan membentuk papil raksasa. Penemuan ini menjelaskan bahwa KV bukan murni
disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I fase cepat, melainkan merupakan
kombinasi tipe I dan IV. Bonini dkk,
menemukan bahwa hiperreaktivitas non spesifik juga mempunyai peran dalam KV.
Faktor lain yang berperan adalah aktivitas mediator non Ig E oleh sel mast.12,13
Gejala
klinis utama adalah rasa gatal yang terus menerus pada mata, mata sering
berair, rasa terbakar atau seperti ada benda asing di mata.6 Gejala lainnya
fotofobia, ptosis, sekret mata berbentuk mukus seperti benang tebal berwarna
hijau atau kuning tua. KV dapat terjadi pada konjungtiva tarsalis atau limbus,
atau terjadi bersamaan dengan dominasi pada salah satu tempat tersebut.13
Pada konjungtiva tarsalis superior
dapat dijumpai gambaran papil cobblestone yang menyerupai gambaran
mozaik atau hipertrofi papil. Sedangkan pada limbus dijumpai satu atau lebih
papil berwarna putih yang disebut sebagai trantas dots, yaitu terdiri
dari tumpukan sel-sel eosinofil. Apabila penyakit meluas sampai kornea, disebut
sebagai keratokonjungtivitis vernalis (KKV) dan digolongkan ke dalam penyakit
yang lebih berat, karena dapat menyebabkan penurunan visus.13
Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan kadarIgG serum, IgE serum dan air mata, kadar histamin serumdan air
mata meningkat; dan adanya IgE spesifik. Pemeriksaan mikroskopik dari scraping
konjungtiva,patognomonik KV bila dijumpai > 2 sel eosinofil dengan
pembesaran lensa objektif 40x.9,11 Gambaran histopatologik jaringan konjungtiva
pada KV dijumpai sel eosinofil, sel mast dan sel basofil. Selain itu juga
terjadi perubahan pada mikrovaskular dari sel endotel serta ditemukannya
deposit jaringan fibrosis, infiltrasi sel limfosit dan netrofil. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gambaran klinis,adanya riwayat atopi, dan pemeriksaan
penunjang. Hasil uji kulit umumnya positif terhadap alergen tertentu, terutama
serbuk bunga, debu rumah, tungau debu rumah;namun kadang-kadang uji kulit dapat
memberikan hasilyang negatif.13
Gambar 2.5 :
gambaran shield ulcer pada VKC10
Diagnosis banding KV adalah
konjungtivitis alergika musiman, keratokonjungtivitis atopik, dan giant
papillary conjungtivitis. Pada konjungtivitis alergi musiman, bersifat
akut, mereda saat musim dingin, terdapat edem konjungtiva, jarang disertai
perubahan pada kornea. Pada keratokonjungtivitis atopik tidak ada perbedaan
usia atau jenis kelamin, adanya sekret yang jernih, letak kelainan lebih sering
di palpebra inferior, tidak terdapat eosinofil pada scraping konjungtiva,
Pada giant papillary conjunctivitis kelainan juga terdapat di
konjungtiva tarsal superior namun dengan ukuran diameter papila yang lebih dari
0,3 mm, penyebab tersering iritasi mekanik yang lama terutama karena penggunaan
lensa kontak.4,6 Pada umumnya KV dapat sembuh sendiri setelah 2 – 10 tahun.6
Tujuan pengobatan pada KV untuk menghilangkan gejala dan menghindari efek iatrogenic
yang serius dari obat yang diberikan (kortikosteroid). Prinsip pengobatan
bersifat konservatif.13
b. Atopic keratoconjunctivitis (AKC)
Gambar 2.6 : Neovaskurarisasi kornea dan jaringan parut pada AKC5
AKC adalah penyakit konjungtiva alergi kronis yang dapat terjadi
pada pasien dengan dermatitis atopik pada wajah. Atopic keratoconjunctivitis
(AKC) terjadi lebih sering pada pria berusia 30-50 tahun . adanya riwayat
keluarga alergi, asma, urtikaria atau demam sering menyertai. Biasanya, pasien
memiliki dermatitis atopik atau eksim sejak kecil, tapi gejala ocular baru
muncul di kemudian hari. Gejala-gejala ini diwakili oleh gatal bilateral intens
mata dan kulit kelopak dan daerah periorbital. Tylosis dan kelopak mata bengkak dengan penampilan bersisik
mengeras dan meibomiam disfungsi kelenjar dengan mata kering terkait adalah
tanda-tanda dari blepharitis atopik. konjungtiva dapat hyperemic dan terjadi
pembengkakan.11,14
Perbedaan
tampilan klinis VKC dengan AKC
·
Pasien dengan
AKC sering memiliki penyakit sepanjang tahun dan ada masa eksaserbasi musiman
minimal.
·
Pasien dengan
AKC lebih tua.
·
Papila lebih
cenderung berukuran kecil atau medium bukan raksasa.
·
Papila terjadi
pada palpebra konjungtiva atas dan bawah.
·
Terdapat milky conjungtiva edema dengan subepitel
fibrosis
·
Vaskularisasi
kornea yang luas dan opak sekunder pada penyakit epitel kronis (mungkin karena beberapa derajat disfungsi
sel induk limbal) dapat terjadi
·
Eosinofil
terlihat pada sitologi konjungtiva kurang banyak
·
Jaringan parut
konjungtiva sering terjadi dan kadang-kadang begitu luas untuk menghasilkan
pembentukan symblepharon.
·
kekeruhan lensa
subkapsular kadang berkembang.
b. Giant
papiler conjunctivitis (GPC)
Gambar 2.7 : Gambaran papil raksasa pada
GPC5
Giant papiler conjunctivitis
(GPC) adalah radang penyakit yang ditandai dengan hipertrofi papiler dari
atasan konjungtiva tarsal; penampilan mirip dengan konjungtivitis vernal,
tetapi tidak ada keterlibatan kornea
yang signifikan. GPC dapat disebabkan oleh jahitan limbal, kontak lensa,
prostesis okular, dan dermoid limbal. Jaringan konjungtiva mungkin berisi sel
mast, basofil, eosinofil atau, tetapi tidak sejauh dari reaksi alergi. Tidak
ada peningkatan IgE atau histaimine di air mata pasien GPC. Sejak munculnya
lensa kontak sekali pakai, frekuensi GPC adalah rendah.10
Pada pasien GPC tampak
bahwa protein terbentuk pada permukaan kontak lensa, dan tepi yang tidak teratur
adalah alasan utama untuk hubungan erat antara lensa kontak dan GPC , protein
tertentu terdeposit pada permukaan lensa kontak dan bisa menjadi antigenik dan merangsang
produksi IgE. Pada trauma mekanik dan iritasi kronis dapat terjadi pelepasan beberapa
mediator (CXCL8 dan TNF-α) dari cedera konjungtiva sel epitel. 10
Histopatologi
dari konjungtiva yang menutupi papila raksasa yang menebal dan epitel tidak
teratur. Epitel atas bagian atipikal papila mungkin menunjukkan pengurangan
lokal dari populasi sel goblet, sedangkan di kriptus interpapillary, elemen
lendir mensekresi tampaknya hiperplastik. Keratinisasi konjungtiva tarsal atas
belum diamati . Seperti di VKC atau AKC, ada sel-sel mast, eosinofil dan
basofil dalam epitel dan substantia propria konjungtiva. 10
Etiologi dari GPC masih belum
sepenuhnya dipahami. Dua kemungkinan teori termasuk jenis reaksi
hipersensitivitas IV terhadap bahan lensa kontak itu sendiri, pelapis lensa,
atau solusi lensa (27), dan iritasi akibat trauma pada konjungtiva tarsal
dengan pelepasan faktor kemotaktik neutrofil dan mediator inflamasi lainnya.
10
c.
Konjungtivitis Flikten
Konjungtivitis flikten merupakan radang pada konjungtiva
dengan pembentukan satu atau lebih tonjolan kecil (flikten) yang diakibatkan
oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe IV). Tonjolan sebesar jarum pentul
yang terutama terletak di daerah limbus, berwarna kemerah-merahan disebut
flikten. Flikten konjungtiva mulai berupa lesi kecil, umumnya diameter 1-3 mm,
keras, merah, menonjol dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering
berbentuk segitiga dengan apeks mengarah ke kornea. Disini terbentuk pusat putih
kelabu yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Flikten umumnya
terjadi di limbus namun ada juga yang terjadi di kornea, bulbus dan tarsus.
Secara histologis, flikten adalah kumpulan sel leukosit neutrofil dikelilingi
sel limfosit, makrofag dan kadang-kadang sel datia berinti banyak.3
Kelainan ini merupakan manifestasi alergik
(hipersensitivitas tipe IV) endogen tuberculosis, stafilokokus,
coccidioidomycosis, candida, helmintes, virus herpes simpleks, toksin dari
moluscum contagiosum yang terdapat pada margo palpebra dan infeksi fokal pada
gigi, hidung, telinga, tenggorokan, dan traktus urogenital. Penyakit ini
terutama mengenai anak-anak berumur 4-14 tahun dengan malnutrition dan TBC.3,15,16
Secara klinis konjungtivitis flikten dibedakan menjadi 2,
yaitu (1) konjungtivitis flikten : tanda radang tidak jelas, hanya terbatas
pada tempat flikten, secret hamper tidak ada dan (2) onjungtivitis kum flikten
: tanda radang jelas, secret mucous, mukopurulen, biasanya timbul karena
infeksi sekunder pada konjungtivitis flikten.2
2.2.4 Evaluasi kelas keparahan penyakit mata alergi
Cara yang paling umum untuk mengidentifikasi keparahan didasarkan
terutama pada konjungtiva, palpebra atau peradangan kornea ringan, sedang atau
berat; Namun untuk lebih menilai klinis karakteristik dalam kelompok AOD, dan
untuk mengevaluasi kemungkinan evolusi AC terdapat sistem penilaian berdasarkan
skala 0 sampai 4; 0 = tidak ada, 1 = ringan, 2 = sedang, 3 = cukup parah, dan 4
= berat, baik tanda dan gejala. Mengambil dalam pertimbangan, frekuensi gejala
(gatal, merobek, kepekaan cahaya, sensasi pasir, dan sensasi terbakar), gejala
yang menyertai peradangan pada permukaan mata, seperti posisi kelopak mata dan
aspek kulit, marjin kelopak mata dari junction mukokutan (MCJ) dengan
keterlibatan penyakit kelenjar meibom (MGD), Aspek debit, implikasi defisiensi
sel induk limbal dan bahkan keratoconus yang terlibatan.
Menurut pernyataan ini, maka munculah sebuah sistem penilaian yang
obyektif untuk mengenali kemajuan alergi penyakit mata, yang dapat
didefinisikan sebagai berikut: 0 poin = Absen, 1-12 poin (ringan), 13-24 poin
(moderat), 25-36 poin (cukup parah) dan 36-48 poin (parah). Skor sisi yang
lebih berat dalam kasus bilateral dapat digunakan sebagai skor klinis.
Tabel 2.1 Evaluasi kelas keparahan penyakit mata alergi19
Gambar
2. : stadium derajat keparahan konjungtivitis alergi19
2.2.5 Diagnosis
Gambar 2.4 Algoritma diagnosis konjungtivitis Alergi14
Untuk membuat diagnosis, dapat
dilihat dari jenis kondisi alergi ada dan membedakan kondisi dari penyebab lain
dari kelainan konjungtiva yang komprehensif diperlukan. Hal ini bisa dilihat
dari sifat dan waktu onset gejala , dan kemajuan serta tingkat keparahan. Kehadiran
peradangan konjungtiva dengan papiler atau folikular reaksi adalah temuan diagnostik.
Hal ini penting untuk memeriksa baik bulbar superior dan inferior dan konjungtiva
palpebra. Tanda-tanda dan gejala alergi okular yang biasanya bilateral dan akan
bervariasi, dalam hal usia saat onset, jenis sel yang menengahi respo alergi,
tanda dan gejala, keparahan dan hubungan dengan kondisi lain, tergantung pada
okular alergi Kondisi hadir. Tes provokasi konjungtiva mungkin berguna di mana
perlu untuk menentukan agen penyebab, meskipun ini jarang dilakukan dalam praktek.
Pemeriksaan sitologi dari cairan air
mata melibatkan pengumpulan sampel air mata dengan tabung kapiler, menyebarkan
sampel pada slide dan pewarnaan. Kehadiran eosinofil, neutrofil dan / atau
limfosit bersifat indikatif dari response. alergi Hal ini juga mungkin untuk mengukur
kadar histamin air mata atau tingkat tryptase. Konjungtivitis karena alergi
perlu dibedakan dari yang lain. Dalam kasus tidak responsif terhadap pengobatan
atau dengan keterlibatan kornea yang signifikan, rujukan dianjurkan.
Menggosok permukaan konjungtiva
untuk mencari eosinofil bermanfaat untuk uji diagnostik . Prosedur ini
dilakukan dengan menempatkan setetes anestesi topikal seperti tetrakain
hidroklorida 0,5% pada kantung konjungtiva yang lebih rendah. obat bius berlaku
dalam waktu 10 detik. Menggunakan spatula platinum, batin permukaan tutup lebih
rendah lembut tergores beberapa kali. Bahan ini kemudian menyebar pada slide
mikroskop. Slide ini diwarnai dengan Hansel noda, Giemsa noda, atau reagen umum
lainnya. Slide diperiksa untuk kehadiran eosinofil atau butiran eosinofil.
Eosinofil tidak biasanya ditemukan di kerokan konjungtiva dari individu
nonallergic. Kehadiran bahkan satu eosinofil atau eosinofil granul banyak
mendukung diagnosis konjungtivitis alergi . Tidak adanya eosinofil tidak harus
mengesampingkan diagnosis alergi. Eosinofil sering hadir dilapisan lebih dalam
dari konjungtiva dan mungkin tidak ada atau tidak terdeteksi dilapisan atas.
Frekuensi eosinofil pada kerokan di konjungtiva dari pasien yang memiliki
alergi konjungtivitis dapat bervariasi dari 20% sampai 80% tergantung pada populasi pasien, kronisitas
kondisi alergi, dan kegigihan pemeriksa . Infiltrat Kornea mungkin
kadang-kadang terlihat pada pasien alergi parah dan cenderung nummular, subepitel,
dan perifer..17
2.2.6 Pengobatan
Gambar 2.5
tatalaksana konjungtivitis alergi17
Regimen
pengobatan untuk konjungtivitis alergi adalah multidisiplin.12
Antihistamin12
Antihistamin dapat diberikan secara
sistemik untuk mengurangi gejala alergi. Obat ini hanya dapat meringankan
sebagian gejala okular, dan pasien sering mengeluhkan efek samping seperti
mengantuk dan kekeringan pada mata, hidung, dan mulut. Antihistamin seperti
antazoline dan pheniramine tersedia sebagai tetes mata dan biasanya
dikombinasikan dengan vasokonstriktor topikal seperti naphazoline hidroklorida.
Bandara antihistamin-vasokonstriktor tetes mata sekarang tersedia
over-the-counter dan berguna untuk mengobati konjungtivitis alergi ringan.
Kebanyakan digunakan empat kali sehari, dan efek samping yang minimal. Mereka
memutihkan mata oleh konstriksi konjungtiva yang pembuluh darah. Mereka juga
mengurangi rasa gatal pada kebanyakan pasien
Stabilisator
sel mast12
Stabilisator sel mast telah menjadi
tambahan yang berguna untuk obat lain yang tersedia untuk mengobati
konjungtivitis alergi. Beberapa penelitian telah mengkonfirmasi nilai
terapeutik mereka di konjungtivitis alergi. Seringkali, pasien melihat
perbaikan dalam waktu 24 hingga 48 jam. Stabilisator sel mast yang paling
berguna untuk menghilangkan gejala ringan dan sedang konjungtivitis alergi.
lebih parah kasus mungkin memerlukan penambahan kortikosteroid topikal. Tidak
seperti kortikosteroid, stabilisator sel mast memiliki minimal efek samping
okular. Sebuah chemotic akut reaksi terhadap kromolin dilaporkan pada dua
pasien, tetapi seperti dalam pengobatan asma, efek samping kromolin jarang
terjadi. Manfaat tambahan stabilizer sel mast adalah menghilangkan gejala
hidung yang disebabkan oleh drainase dari merobek cairan ke saluran hidung. Natrium
nedocromil tersedia di Amerika Serikat dan di Eropa.
Lodoxamide
trometamin 0,1% (Alomide)
Lodoxamide trometamin 0,1% (Alomide)
adalah stabilizer sel mast yang mencegah pelepasan histamin dan leukotrien.
menghambat Lodoxamide mediator rilis dari sel mast, mungkin dengan menghambat
masuknya kalsium, sehingga secara tidak langsung menghambat peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Ini adalah 2500 kali lebih kuat dari kromolin
dalam menghambat mediator rilis dari sel mast; Namun, tampaknya menjadi
kira-kira setara dengan kromolin dalam mengendalikan gejala konjungtivitis
alergi, konjungtivitis vernal, dan papiler raksasa konjungtivitis. Hal ini
diawetkan dalam benzalkonium klorida.
Ketorolak
trometamin (Acular)
Obat anti-inflamasi nonsteroid
(NSAID) ini diawetkan dalam benzalkonium klorida. Ketorolak trometamin telah
ditunjukkan untuk mengurangi rasa gatal yang terkait dengan alergi konjungtivitis.
Hal ini juga mengurangi tingkat prostaglandin (PG) E2 . pada penelitian oleh
Woodward dan rekan disarankan bahwa beberapa prostaglandin, terutama PGE2 dan
PGI2, mungkin menjadi pruritogenik.
Olopatadine
(Patanol, Pataday)
Olopatadine menghambat degranulasi sel
mast dan antagonis histamin reseptor untuk mengelola gatal, kemerahan,
chemosis, robek, dan tutup pembengkakan reaksi alergi okular. kemampuan sel mast menstabilkan dibuktikan
secara in vitro (menggunakan sel mast konjungtiva manusia) dan di vivo
(pengalaman klinis manusia).
Ketotifen
(Zaditor)
Derivatif benzocycloheptathiopen ini
disetujui untuk sementara pencegahan gatal karena alergi konjungtivitis. Ini adalah
selektif, blocker nonkompetitif dari H1 histamin reseptor. Ini menghambat
inflamasi mediator rilis dari sel mast, basofil, dan eosinofil. Ini menghambat
kemotaksis dan degranulasi eosinofil,obat ini juga inhibitor faktor platelet-activating.
Dalam uji klinis manusia menggunakan alergen konjungtiva,obat ini mengurangi
gatal secara signifikan dan memiliki efek yang lebih sederhana pada pengurangan
injeksi konjungtiva yang terkait dengan alergi.
Nedocromil
(Alocril)
Obat ini telah disetujui untuk pengobatan gatal berhubungan
dengan konjungtivitis alergi. Obat ini menghambat histamin, LTC4, dan faktor
nekrosis tumor. Ini mengurangi kemotaksis neutrofil dan eosinofil dan membuat
mereka tidak responsif terhadap mediator. Kerja obat adalah dengan blok ekspresi
molekul adhesi permukaan sel yang terlibat dalam kemotaksis eosinofil dan
menurunkan permeabilitas pembuluh darah yang disebabkan oleh peradangan. Ini
mengurangi gatal dan, pada tingkat lebih rendah, kemerahan yang terkait dengan
alergi konjungtivitis. Ini memiliki onset kerja 2 menit setelah pemberian dosis
dan durasi sekitar 8 jam.
Pemirolast
(Alamast)
Pemirolast adalah stabilizer sel
mast dengan sifat antihistamin [53]. Hal ini disetujui untuk pencegahan gatal
berhubungan dengan konjungtivitis alergi. Dalam studi SAC, menurun gatal dan,
pada tingkat lebih rendah, kemerahan, sepanjang musim alergi. Hal ini juga
menurun gatal setelah alergen konjungtiva tantangan.
Azelastine
(Optivar)
Derivatif phthalazinone ini telah disetujui
untuk pencegahan atau pengobatan gatal karena alergi konjungtivitis. Obat Ini
menghambat histamin melepaskan dari sel mast alergen-dirangsang dan menekan
peradangan. Ini mengurangi ekspresi ICAM-1, mengurangi kemotaksis eosinofil,
dan menghambat platelet-activating factor. Ini mengganggu masuknya kalsium
dalam sel mast dan menghambat reseptor H1 histamin. Ini mengurangi gatal, dan,
untuk yang lebih rendah mana, kemerahan di SAC, di PAC, dan setelah tantangan
alergen konjungtiva.
Epinastine
(Elestat)
Epinastine adalah topikal aktif,
antagonis reseptor H1 langsung dan memiliki afinitas untuk H2, a1, a2, dan
reseptor 5-HT2 . Hal ini juga menghambat histamin melepaskan dari sel mast.
Epinastine memiliki durasi kerja minimal 8 jam dan diberikan dua kali sehari.
Hal ini diindikasikan untuk pencegahan gatal berhubungan dengan konjungtivitis
alergi. obat ini dapat digunakan dengan aman pada pasien lebih dari 3 tahun.
Kortikosteroid
(Vexol, Lotemax)
Kortikosteroid mungkin sangat
efektif dalam mengurangi gejala alergi rhinitis, tetapi karena penyakit ini
kronis, berulang, kondisi jinak, obat ini harus digunakan hanya dalam situasi yang
ekstrim, pengobatan tidak lebih dari 1 sampai 2 minggu. Steroid topikal
berhubungan dengan glaukoma, pembentukan katarak, dan infeksi kornea dan
konjungtiva . Setiap penggunaan jangka panjang (yaitu, lebih dari 2 minggu)
harus digunakan dengan hati-hati, dan pasien harus dipantau oleh dokter mata. 0,1%
tetes mata Fluorometholone sering dipilih sebagai pengobatan yang berguna untuk
peradangan mata eksternal. Steroid ini sangat efektif dalam alergi konjungtivitis.
Tampaknya fluorometholone menembus kornea dengan baik namun tidak aktif dengan
cepat di ruang anterior. Dengan demikian, komplikasi dari fluorometholone
jarang terjadi.12
Tambahan
Dapus
18. Bonini
S, Sgrulletta R, Marco C, and Sergio B. Allergic Conjunctivitis: Update on
Its Pathophysiology and Perspectivesfor Future Treatment. 2009:Springer, DOI: 10.1007/978-4-431-88317-3_2,
Springer
19. Atzin R and Concepción SAllergic Conjunctivitis:An
Immunological Point of View: México ( diunduh pada tanggal 22 september
2014 www.intechopen.com)
Komentar
Posting Komentar